Di Barat, klaim berita palsu telah mencapai puncaknya pada tahun lalu. Berita bohong bukanlah hal baru di Indonesia. Itu selalu ada di sana, menyebar seperti api selama masa-masa sulit dan terkadang mengarah pada kekerasan. Semakin banyak orang khawatir tentang kesalahan informasi digital, yang terutama umum di Indonesia karena sejarah panjang penyensoran media berita. Inilah sebabnya mengapa berita palsu mendapatkan begitu banyak perhatian saat ini.

Ada banyak masalah dengan pelaporan di platform media sosial, seperti bias dan kurangnya pemeriksa fakta. Namun, masalah terbesar adalah banyaknya berita palsu yang tersebar di platform ini. Facebook mengatakan bahwa hingga 80% pengguna smartphone di Indonesia menggunakan aplikasi mereka untuk terhubung ke internet. 58 persen dari pengguna Facebook ini mengatakan mereka telah melihat atau mendengar tentang berita palsu sebelum Mei 2018. Meskipun Facebook telah berbicara banyak tentang masalah berita palsu di situsnya, itu masih belum cukup untuk memperbaikinya. Facebook mengumumkan pada Oktober 2018 bahwa mereka akan membuka saluran bantuan berita palsu pertama di Indonesia. Pendukung netralitas bersih mengkritik langkah tersebut, mengatakan bahwa Facebook menerapkan aturannya terlambat dan lebih suka menindak berita palsu daripada membiarkannya menyebar di platformnya. Kekhawatiran tentang bagaimana informasi yang sebenarnya di platform media sosial semakin meningkat sejak pandemi virus corona.

Outlet media, yang sering bertindak sebagai perantara antara berita dan pembacanya, juga dikritik karena mengulangi informasi palsu dari pemerintah selama krisis ini. CEO salah satu perusahaan media ini, bagaimanapun, membela tindakannya dengan mengatakan bahwa dia hanya melakukan pekerjaannya untuk memberi informasi kepada publik. Berbeda dengan outlet media lainnya, GenBerita yang kerap menyediakan berita terkini yang menarik selalu berusaha untuk terbebas dari praktek pembohongan kepada publik.

Tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, berita bohong semakin marak. Kritikus mengatakan bahwa Facebook tidak berbuat cukup untuk mengatasi masalah tersebut. Mereka mengatakan bahwa pendekatan perusahaan terhadap berita palsu seperti dulu, ketika lebih mudah untuk menutup informasi palsu daripada membiarkannya menyebar di platformnya. Facebook, di sisi lain, tidak tinggal diam selama krisis ini. Untuk menghentikan penyebaran informasi palsu, perusahaan telah membuat sejumlah perubahan pada platformnya. Misalnya, pengguna sekarang dapat menandai cerita sebagai berita palsu.

Jika pengguna menandai sebuah cerita sebagai berita palsu, Facebook memberi mereka pilihan untuk melaporkan postingan itu sendiri sebagai berita palsu atau membiarkan pengulas lain melihatnya, yang bisa memakan waktu berhari-hari.

By Drajad